1.
Naskah Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan oleh Sukarno dibuat tanggal 17
Agustus 1945 sekitar pukul 02.00-03.00 dinihari di rumah seorang perwira
Angkatan Laut Jepang, Laksamana Tadashi Maeda, di Miyakodori (sekarang Jalan
Imam Bonjol Nomor 1). Berbagai sumber menyebutkan, naskah Proklamasi ditulis
tangan oleh Sukarno, sedangkan kalimatnya didiktekan oleh Hatta dan Ahmad
Soebardjo. Naskah Proklamasi dalam bentuk konsep (klad) ditulis Sukarno di secarik
kertas dari buku catatan. Setelah selesai, dan kemudian disetujui melalui
sebuah Sidang sederhana yang melibatkan anggota PPKI dan perwakilan pemuda,
naskah proklamasi berbentuk konsep (klad) itu diketik ulang oleh Sayuti Melik.
Naskah Proklamasi hasil ketikan Sayuti Melik inilah yang disebut “Naskah Proklamasi
Otentik”. Sedangkan naskah Proklamasi yang masih berbentuk konsep hasil tulis
tangan Sukarno disebut “Naskah Proklamasi Klad”. Konon, setelah diketik ulang
oleh Sayuti Melik, naskah Proklamasi Klad itu langsung dibuang ke tong sampah
di rumah Laksamana Maeda. Beruntung, naskah tersebut diselamatkan oleh BM Diah.
2.
Pada awalnya, Hatta mengusulkan agar penandatangan naskah Proklamasi adalah
semua yang hadir dalam penyusunan naskah Proklamasi, yaitu sebagian anggota
PPKI dan perwakilan pemuda. Ide Hatta ini mengikuti Deklarasi Kemerdekaan
Amerika Serikat. Usul tersebut disetujui oleh Sukarno. Tetapi ditolak oleh
Sukarni, seorang tokoh pemuda. Dia mengusulkan agar naskah Proklamasi itu cukup
ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama Rakyat Indonesia.
3.
Proklamasi Kemerdekaan awalnya direncakan akan dilakukan di Lapangan Ikada
Jakarta. Penunjukan tempat ini sesuai dengan keinginan dan rencana yang sudah
disusun oleh kelompok pemuda. Tetapi Sukarno menolak rencana itu. Ia
berpendapat, Proklamasi Kemerdekaan yang dilakukan di lapangan umum dan
berbentuk Rapat Umum bisa menimbulkan salah paham dan bentrokan antara rakyat
dengan penguasa militer Jepang. Sukarno sendiri menginginkan agar Proklamasi
Kemerdekaan di lakukan di halaman rumahnya di Pegangsaan Timur 56. Usul Sukarno
tersebut disetujui.
4.
Upacara Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 berlangsung sangat
sederhana. Tidak ada protokol. Ditunjuk sebagai Panitia adalah Suwirjo (Wakil
Walikota Jakarta saat itu) dan Dokter Muwardi. Menurut Sukarno dalam
otobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, mikrofon (pengeras suara) yang
dipakai untuk upacara itu dicuri dari stasiun Radio milik Jepang. Bendera
Merah-Putih yang dikibarkan adalah hasil buah tangan Fatmawati. Sedangkan tiang
bendera berasal dari batang bambu yang diambil dari belakang rumah Sukarno.
Sebelum membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan, Sukarno menyampaikan pidato
singkat. Setelah itu ia membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan. Upacara
Proklamasi berlangsung pukul 10.00 pagi. Sedangkan versi lain menyebut pukul
11.30 waktu Nippon. Usai Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan, Latief
Hendraningrat, seorang anggota PETA, mengerek bendera Merah-Putih di tiang
bambu. Lalu semua yang hadir menyanyikan lagu “Indonesia Raya”.
5.
Pada saat upacara Proklamasi Kemerdekaan, Sukarno sedang diserang penyakit
Malaria. Saat itu bulan Ramadhan. Karena sedang sakit, Sukarno tidak berpuasa.
Kendati sempat makan sahur beberapa jam sebelum upacara di mulai. Sedangkan
Bung Hatta makan sahur di rumah Laksaman Maeda. Usai upacara Proklamasi
Kemerdekaan, Sukarno yang masih sakit kembali ke kamar tidurnya.
6.
Usai upacara Proklamasi, datang lima orang opsir Jepang (versi lain
menyebut tiga). Mereka menyampaikan perintah Gunseikan (Kepala Pemerintah
Militer Jepang) yang melarang Sukarno menyatakan Proklamasi Kemerdekaan. Tetapi
Proklamasi sudah selesai dilakukan. Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, Barisan Pelopor yang menjaga rumah Sukarno langsung mengepung
mereka dengan melotot dan bersenjatakan golok dan bambu runcing. Walhasil, lima
opsir Jepang itu meninggalkan rumah Sukarno tanpa berkata-kata. Sejak itu
Sukarno memerintahkan pembentukan Barisan Berani Mati untuk menjaga rumahnya
dan bendera Merah-Putih yang sudah berkibar.
7.
Dokumentasi upacara Proklamasi Kemerdekaan tidak begitu baik. Latief
Hendraningrat, yang ditugaskan menghubungi Soetarto dari Nippon Eiga Sha
(perusahaan film Jepang), lupa menjalankan tugasnya. Beruntung ada Mendur
bersaudara, Frans dan Alex Mendur. Saat itu Frans bekerja sebagai
fotografer di harian Asia Raya, sedangkan Alex bekerja di kantor berita Domei.
Itupun hanya tiga kali jepretan: saat Sukarno membacakan naskah Proklamasi,
saat pengibaran bendera, dan foto massa yang menyaksikan upacara. Tidak ada
rekaman suara atau gambar bergerak yang mengabadikan kejadian bersejarah itu.
Adapun rekaman suara Sukarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan, seperti
yang sering diperdengarkan saat ini, bukanlah rekaman suara Sukarno saat
membacakan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Itu adalah suara asli Sukarno
yang direkam tahun 1951 di Radio Republik Indonesia (RRI) untuk kebutuhan
dokumentasi.
8.
Penyebaran berita Proklamasi Kemerdekaan dilakukan secara cepat,
sembunyi-sembunyi (semua kantor berita dan radio masih di bawah kendali
Jepang), dan meluas. Pada awalnya, pemuda berusaha mengambilalih kantor radio
Hoso Kyoku (sekarang RRI), tetapi tidak berhasil. Kemudian atas perintah Adam
Malik, pemuda yang bekerja di Domei (sekarang ANTARA), naskah proklamasi
berhasil disiarkan melalui kawat (morce cast) oleh kantor berita Domei. Siaran
melalui kawat itu dilakukan oleh markonis (operator radio) Wua dan diawasi oleh
markonis Soegiarin. Berita itu berhasil ditangkap di San Fransisco (AS) dan
Australia. Selain itu, pada pukul 19.00 malam, Jusuf Ronodipuro berhasil
menyiarkan teks proklamasi melalui radio Hoso Kyoku. Penyebaran berita
proklamasi juga dilakukan melalui mulut ke mulut, selebaran, teriak-teriak, dan
lain-lain. Juga melalui graffiti action di tembok-tembok, trem kota,
gerbong-gerbong kereta api, dan lain-lain.
9.
Selain naskah Proklamasi yang dibuat oleh Sukarno-Hatta, ada juga naskah
Proklamasi yang dibuat oleh Sjahrir. Begitu mendengar kabar kekalahan Jepang,
pada tanggal 14 Agustus 1945 Sjahrir dan Hatta menemui Sukarno. Saat itu
Sukarno berjanji akan mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 15
Agustus 1945, setelah pukul 17.00 sore. Karena janji itu, kata Subadio
Sastrosatomo dalam Perjuangan Revolusi (1987), Sjahrir sudah menyiapkan gerakan pemuda untuk menyokong
proklamasi itu. Bersamaan dengan itu ia juga menyiapkan naskah Proklamasi bersama
dengan pemuda. Sayang, Sukarno tidak kunjung memproklamirkan kemerdekaan pada
tanggal 15 Agustus itu. Naskah Proklamasi Sjahrir, seperti dikutip Rudolf
Mrazek dari wawancara dengan Sjahrir, ditulis sepanjang 300-an kata. Isinya
tidak anti-Jepang maupun anti-Belanda. Tetapi lebih menggambarkan penderitaan
rakyat Indonesia di bawah koloanialis Jepang dan bahwa rakyat Indonesia tidak
ingin jatuh ke kolonialis yang lain.
10.
Keinginan Sjahrir akan Proklamasi diumumkan tanggal 15 Agustus 1945
ternyata di lakukan oleh Dokter Sudarsono di kota Cirebon, Jawa Barat. Dokter
Sudarsono adalah anggota gerakan bawah tanah yang dekat dengan Sjahrir. Upacara
Proklamasi oleh Dokter Sudarsono itu dihadiri oleh 150-an orang. Tetapi naskah
Proklamasi yang dibacakan oleh Sudarsono itu tidak jelas dan tidak diketahui
hingga kini.
0 komentar:
Posting Komentar